What Goes Around, Comes Around.

Dulu, duluuu sekali.
Saat bunda usia dua puluhan.
Baru awal-awal bekerja, lagi senang-senangnya, bangga-bangganya, dan capek-capeknya karena ... you know, I was at the bottom of the food chain dengan jadi junior yang baru masuk kerja. Jadi, harus bekerja giat untuk membuktikan ke senior-senior (baca: bos bos) that I am capable.
Semua itu, dibarengin dengan lembur yang tak berkesudahan.

Saat masa sekolah, Bunda sering tidur malam hanya untuk begadang yang nggak penting. 
Sekarang, justru harus begadang demi bekerja. Dan saat lelah melanda, tidak boleh ada kesalahan kecil apapun yang terjadi. 

Saat bunda lagi rajin-rajinnya bekerja dan melembur, ada pihak yang menganggap enteng hal itu.
Mengata-katai bunda dengan kata-kata ejekan. Katanya, "Buat apa lembur? Lembur itu bukanlah kerja, tapi dikerjai oleh para bos."

Buat orang yang baru saja bekerja, baru saja ingin berdiri di kaki sendiri, baru saja ingin melangkah untuk bisa hidup mandiri, ingin berpenghasilan supaya dapat mewujudkan mimpi; semua itu tentunya sangat menyakitkan. Oh, sangat menyakitkan sekali hingga bunda bersumpah akan bisa sukses dan menyumpahi orang itu supaya hidupnya susah, karena dia tidak mau bersusah-payah bekerja dan maunya langsung enak-enak saja. 

Minggu berselang bulan, tahun, sekarang sudah puluhan tahun berlalu.

Bunda bersyukur tetap semangat bekerja walaupun dia merendahkan Bunda. Karena sekarang, Alhamdulillah dengan izinNya bunda bisa hidup mandiri. At least, hingga saat ini.
Tapi lalu suatu saat bunda tercenung, apakah semua ini membuat Bunda bahagia?

Karena setelah melihat ke sekeliling, Bunda melihat orang yang dulunya mengata-katai Bunda, sekarang hidup dalam sumpah Bunda. Tak berdaya karena tidak punya pekerjaan dan tidak punya penghasilan tetap. Dia merasa rendah diri, hampir tidak pernah mengobrol dengan saudara-saudara yang lain. Pastinya, karena malu.

Ternyata melihat sumpah / kutukan kita terjadi pada orang lain dan kita menyaksikan sendiri hal itu terjadi, sangat tidak enak rasanya. Kita jadi ikut sedih, karena ternyata kutukan itu membuat orang itu sedih. Dan bukan hanya dia aja, tapi anak-anaknya pun ikut sedih. Dan bukan hanya dia dan anaknya saja, istri dan orang tuanya pun ikut sedih. Sementara itu, orang tua dia adalah orang tua bunda juga. Dimana saat orang tua bunda itu sedih, maka dia akan sakit, dan kalau dia sakit maka yang susah dan bersedih pun ya bunda juga.

Di usia Bunda yang nggak lagi muda ini, yaitu umur 40 tahun, Bunda akhirnya tersadar bahwa mendoakan yang tidak baik itu sama tidak baiknya.

Di usia bunda ini juga bunda menyaksikan bahwa, segala yang keluar dari kita akan kembali ke kita.
Kalau kita menuai kebaikan maka kebaikanlah yang akan kembali kepada kita.
Tapi kalai kita menuai keburukan / kejahatan, maka kejahatan juga yang akan kembali kepada kita.

Anak-anak, yang bunda sayang.

Cukup bunda aja ya, yang merasakan hal ini.
Kalian berdua jangan saling membenci. Saling mendoakan kepada semua orang.
Karena Insya Allah, hal itu yang akan kembali kepada kalian.

Insya Allah.

Comments

Popular Posts