Janji
Dari hari Kamis minggu lalu, titan menginap di rumah eyang. Titan bilang, dia akan kembali hari senin. Seperti biasa, saya bekali semua keperluan dia sampai vitamin; jadwal dan tentunya ... workbook. Supaya dia mengerti, liburan bukan berarti kebebasan yang sebebas-bebasnya. Masih ada kewajiban belajar dan mengulang pelajaran yang masih harus dia lakukan. Kesannya kejam ya, tapi beneran kok. Workbooknya Titan itu menyenangkan banget untuk dikerjain; jadi saya tidak merasa berdosa mewajibkannya untuk tetap belajar saat liburan :)
Nah, hari ini hari senin. Pagi-pagi saya sudah telfon dia untuk bertanya; apakah dia puasa atau enggak. Karena kalau enggak puasa, saya mau masak makanan kesukaan dia. Ternyata Titan enggak puasa, karena enggak bangun sahur dan dia minta dimasakin ikan dori goreng ala-ala bunda untuk makan malam.
Tiba-tiba, sorenya saya terserang demam dan ikan dori masih tergeletak belum sempat dibumbuin. Karena proses pengolahannya bakalan cepet, saya enggak khawatir sih. Tinggal tabur-tabur garam, lada hitam dan bawang putih bubuk, gulingin di telur dan tepung roti, goreng, jadi deh! Jadi saya biarkan aja si ikan di kulkas dan berniat baru akan diolah saat titan pulang nanti.
Tiba-tiba telfon saya berdering, di ujung telfon terdengar suara isak tangis yang sulit berhenti.
Saya: Halo? Titan?
Titan: *nangis sesunggukan*
Saya: Halo, Titan kalau nangis bunda enggak bisa dengar suaranya. Yuk coba berhenti dulu nangisnya, ada apa?"
Titan: *makin keras nangisnya*
Saya: Titan, yuk coba tarik nafas dulu yuk. Satu, ... tarik nafas ... keluarin lagi. Dua, tarik nafas ... keluarin lagi. Yuk, sekarang cerita sama Bunda kenapa?
Titan: Nda, ... Titan belum pengen pulang *dengan suara patah-patah*
Saya: Oh gituuu ... masih pengen main di sana ya
Titan: Iya ...
Saya: Trus, kenapa nangis? kan kalau masih pengen nginep di rumah eyang, itu artinya titan masih senang ada di sana. Lalu kenapa nangis?
Titan: Soalnya Titan sudah janji sama Bunda pulang hari ini
Saya: Oh gituuu .... Ya udah, terima kasih ya; sudah ingat janjinya.
Titan: Tapi Titan masih pengen nginep di sini, Nda. Boleh enggak?
Seketika saya teringat, saya pernah membahas soal ini sama Titan beberapa waktu lalu. Masalah yang sama, cuma saat itu saya tidak mengabulkan permintaannya HANYA karena dia sudah berjanji untuk pulang pada hari X, hari yang ia tentukan sendiri, dan saya meminta titan untuk berkomitmen terhadap janjinya.
Mungkin, itu sebabnya dia sekarang nangis-nangis di telfon. Takut dimintai pertanggungjawaban dan mungkin males juga harus bersilat lidah dengan emaknya ini, yang pasti enggak akan mudah.
Tapi, di satu sisi, kali ini saya ingin membiarkan dia untuk menginap lebih lama. Toh, menurut laporan dia menunaikan janji-janjinya yang lain seperti ngerjain workbook, minum susu dua kali sehari dan makan sayur. Lagipula saya lagi terserang demam, kasihan kalau dia pulang saya lagi tak berdaya untuk mengajaknya main. Akhirnya, ...
Saya: Oke, boleh kok nginep lagi. Lagipula bundanya lagi sakit, takutnya nanti kita enggak bisa main bareng. Mau sampai kapan?
Titan: Bunda sakit apa?
Saya: *dalam hati seneng juga nih, ditanyain begini. Padahal jelas-jelas tadi saya nanyain mau sampai kapan dia nginep di rumah eyangnya* ... Bunda sakit panas aja, kok. Titan mau sampai hari apa nginep di sana?
Titan: sampai hari Rabu ya, Nda. Bunda cepet sembuh ya.
Saya: Terima kasih ya doanya, sayang. Oke, Titan boleh kok nginep sampai hari Rabu. Bunda tunggu ya ... have fun!
Setelah menutup telfon, saya jadi mikir. Bener enggak sih, tindakan saya? Apakah saya baru saja mentolerir keingkaran janji? Idealnya, seharusnya Titan tetap pulang hari ini. Masalah mau nginep lagi, kan tinggal berangkat lagi balik ke rumah eyangnya. Janji adalah janji dan dia sudah berjanji untuk pulang.
Tapi, di satu sisi, saya sudah cukup bangga dia ingat akan janjinya dan berani berdiskusi untuk meminta dispensasi *walau dengan air mata sesunggukan*
:)
Nah, hari ini hari senin. Pagi-pagi saya sudah telfon dia untuk bertanya; apakah dia puasa atau enggak. Karena kalau enggak puasa, saya mau masak makanan kesukaan dia. Ternyata Titan enggak puasa, karena enggak bangun sahur dan dia minta dimasakin ikan dori goreng ala-ala bunda untuk makan malam.
Tiba-tiba, sorenya saya terserang demam dan ikan dori masih tergeletak belum sempat dibumbuin. Karena proses pengolahannya bakalan cepet, saya enggak khawatir sih. Tinggal tabur-tabur garam, lada hitam dan bawang putih bubuk, gulingin di telur dan tepung roti, goreng, jadi deh! Jadi saya biarkan aja si ikan di kulkas dan berniat baru akan diolah saat titan pulang nanti.
Tiba-tiba telfon saya berdering, di ujung telfon terdengar suara isak tangis yang sulit berhenti.
Saya: Halo? Titan?
Titan: *nangis sesunggukan*
Saya: Halo, Titan kalau nangis bunda enggak bisa dengar suaranya. Yuk coba berhenti dulu nangisnya, ada apa?"
Titan: *makin keras nangisnya*
Saya: Titan, yuk coba tarik nafas dulu yuk. Satu, ... tarik nafas ... keluarin lagi. Dua, tarik nafas ... keluarin lagi. Yuk, sekarang cerita sama Bunda kenapa?
Titan: Nda, ... Titan belum pengen pulang *dengan suara patah-patah*
Saya: Oh gituuu ... masih pengen main di sana ya
Titan: Iya ...
Saya: Trus, kenapa nangis? kan kalau masih pengen nginep di rumah eyang, itu artinya titan masih senang ada di sana. Lalu kenapa nangis?
Titan: Soalnya Titan sudah janji sama Bunda pulang hari ini
Saya: Oh gituuu .... Ya udah, terima kasih ya; sudah ingat janjinya.
Titan: Tapi Titan masih pengen nginep di sini, Nda. Boleh enggak?
Seketika saya teringat, saya pernah membahas soal ini sama Titan beberapa waktu lalu. Masalah yang sama, cuma saat itu saya tidak mengabulkan permintaannya HANYA karena dia sudah berjanji untuk pulang pada hari X, hari yang ia tentukan sendiri, dan saya meminta titan untuk berkomitmen terhadap janjinya.
Mungkin, itu sebabnya dia sekarang nangis-nangis di telfon. Takut dimintai pertanggungjawaban dan mungkin males juga harus bersilat lidah dengan emaknya ini, yang pasti enggak akan mudah.
Tapi, di satu sisi, kali ini saya ingin membiarkan dia untuk menginap lebih lama. Toh, menurut laporan dia menunaikan janji-janjinya yang lain seperti ngerjain workbook, minum susu dua kali sehari dan makan sayur. Lagipula saya lagi terserang demam, kasihan kalau dia pulang saya lagi tak berdaya untuk mengajaknya main. Akhirnya, ...
Saya: Oke, boleh kok nginep lagi. Lagipula bundanya lagi sakit, takutnya nanti kita enggak bisa main bareng. Mau sampai kapan?
Titan: Bunda sakit apa?
Saya: *dalam hati seneng juga nih, ditanyain begini. Padahal jelas-jelas tadi saya nanyain mau sampai kapan dia nginep di rumah eyangnya* ... Bunda sakit panas aja, kok. Titan mau sampai hari apa nginep di sana?
Titan: sampai hari Rabu ya, Nda. Bunda cepet sembuh ya.
Saya: Terima kasih ya doanya, sayang. Oke, Titan boleh kok nginep sampai hari Rabu. Bunda tunggu ya ... have fun!
Setelah menutup telfon, saya jadi mikir. Bener enggak sih, tindakan saya? Apakah saya baru saja mentolerir keingkaran janji? Idealnya, seharusnya Titan tetap pulang hari ini. Masalah mau nginep lagi, kan tinggal berangkat lagi balik ke rumah eyangnya. Janji adalah janji dan dia sudah berjanji untuk pulang.
Tapi, di satu sisi, saya sudah cukup bangga dia ingat akan janjinya dan berani berdiskusi untuk meminta dispensasi *walau dengan air mata sesunggukan*
:)
Comments
Post a Comment